• Sunday, August 3, 2008

    Misteri Cinta Ir. Soekarno

    “Keinginan akan cinta kasih telah menjadi suatu kekuatan
    pendorong dalam hidupku.”
    Sukarno


    KabarIndonesia - Misteri cinta (baca: “kisah cinta”)
    Sukarno memang menarik untuk diikuti. Selain karena beliau berjiwa
    romantis, beliau juga seorang yang amat mengagumi dan menghormati
    keindahan salah satu makhluk Tuhan yang bernama: wanita. Berikut ini
    akan diceritakan secara singkat namun padat, lika-liku kisah cinta
    Sukarno, yang masih amat jarang diketahui oleh masyarakat Indonesia.

    Cinta Sarinah kepada Sukarno
    Sarinah adalah seorang gadis pembantu yang ikut
    membesarkan Sukarno. Diceritakan Sukarno dalam “Sukarno, An
    Autobiography as Told to Cindy Adams” sebagai berikut:

    Sarinah adalah bagian dari rumah-tangga kami. Tidak
    kawin. Bagi kami dia seorang anggota keluarga kami. Dia tidur dengan
    kami, tinggal dengan kami, memakan apa yang kami makan, akan tetapi
    ia tidak mendapat gaji sepeser pun. Dialah yang mengajarku untuk
    mengenal cinta-kasih. Aku tidak menyinggung pengertian jasmaniahnya
    bila aku menyebut itu. Sarinah mengajarku untuk mencintai rakyat.
    Massa rakyat, rakyat jelata. Selagi ia memasak di gubuk kecil dekat
    rumah, aku duduk di sampingnya dan kemudian ia berpidato, “Karno
    pertama engkau harus mencintai ibumu. Akan tetapi kemudian kau harus
    mencintai pula rakyat jelata. Engkau harus mencintai manusia
    umumnya.” Sarinah adalah nama yang biasa. Akan tetapi Sarinah yang
    ini bukanlah wanita yang biasa. Ia adalah satu kekuasaan yang paling
    besar dalam hidupku.

    Cinta Sukarno kepada Gadis Belanda
    Kisah cinta Sukarno dimulai ketika berusia 14 tahun.
    Saat itu, beliau jatuh cinta pada Rika Meelhuysen. Dialah gadis
    Belanda yang pertama kali dipacari oleh Sukarno. Gadis ini pulalah
    yang pertama kali dicium oleh Sukarno! Sebab kecintaannya yang
    begitu besar, Sukarno sampai rela membawakan buku-buku Rika. Tidak
    hanya itu, Sukarno juga dengan sengaja sering berjalan di depan
    rumah Rika agar dapat melihat wajah “bidadarinya” itu.

    Selain Rika, Sukarno juga pernah menjalin tali kasih
    dengan Pauline Gobee, Laura, dan Mien Hessels. Saat Mien Hessels
    hadir dalam kehidupan Sukarno, maka hilanglah memori Sukarno
    terhadap semua gadis Belanda yang dulu pernah dicintainya. Saat itu,
    hanya Mien Hessels bidadari yang mampu menguasai hati seorang
    Sukarno kecil yang baru berusia 18 tahun.

    Keinginan yang begitu kuat dari dalam diri Sukarno telah
    membuatnya berniat untuk menikahi Mien Hessels. Dengan mengenakan
    pakaian terbaik dan bersepatu, Sukarno memberanikan diri menghadap
    tuan Hessels untuk melamar Mien Hessels, putrinya.

    “Tuan… kalau tuan tidak berkeberatan, saya ingin minta
    anak tuan ….” kata Sukarno. “Kamu? Inlander kotor, seperti kamu?”
    sembur tuan Hessels, “Kenapa kamu berani-beraninya mendekati anakku?
    Keluar, kamu…binatang kotor!!! Keluar !!!”

    Sakit hati Sukarno mendengar perkataan tuan Hessels.
    Suatu caci-maki yang 23 tahun kemudian, yaitu tahun 1942, disyukuri
    Sukarno, saat ia secara tak sengaja bertemu Mien Hessels yang sudah
    berubah layaknya tukang sihir; tua, gemuk, jelek, kotor, dan
    badannya tidak terpelihara dengan baik.

    “Kisah Cinta” dan Jiwa Romantis Sukarno
    Di dalam buku “Bung Karno: Perginya seorang Kekasih,
    Suamiku, dan Kebanggaanku” diceritakan tentang “kisah cinta” Bung
    Karno dengan Yurike Sanger, Kartini Manoppo, Baby Huwae (Lukita
    Purnamasari) , Inggit, Fatmawati, Haryati, Utari, Ratna Sari Dewi.
    Sifat romantis Bung Karno tampak pada salah satu surat cinta yang
    ditujukan untuk Yurike Sanger:

    Yury,
    I came to you today, but you were out (to Wisma Shell?)
    I came only to say “I love you”.

    Yours
    Sukarno

    Cinta Sukarno kepada Rakyat dan Bangsa Indonesia
    “Ir.Sukarno, ijazah ini dapat robek dan hancur menjadi
    abu di satu saat. Ia tidak kekal. Ingatlah bahwa satu-satunya
    kekuatan yang bisa hidup terus dan kekal adalah krakter dari
    seseorang. Ia akan tetap hidup dalam hati rakyat, sekalipun sesudah
    mati.”
    Begitulah pesan Presiden Universitas Sekolah Tinggi
    Teknik kepada Sukarno saat diwisuda dengan gelar “Ingenieur” pada
    tanggal 25 Mei 1926.

    Cinta Sukarno kepada rakyat Indonesia dibuktikan salah
    satunya dengan ajaran “Marhaenisme” . Ide ini bersinar dalam diri
    Sukarno saat ia berusia 20 tahun. Datangnya ide ini adalah ketika
    Sukarno bertemu dengan Marhaen, seorang petani muda yang ditemuinya
    saat mengayuh sepeda tanpa tujuan di bagian selatan kota Bandung.
    Kemudian pada malam harinya Sukarno memberikan indoktrinasi kepada
    sekumpulan pemuda,

    “Petani-petani kita mengusahakan bidang tanah yang
    sangat kecil sekali. Mereka adalah korban dari sistem feodal, dimana
    pada mulanya petani pertama diperas oleh bangsawan yang pertama dan
    seterusnya sampai ke anak-cucunya selama berabad-abad. Rakyat yang
    bukan petani pun menjadi korban daripada imperialisme perdagangan
    Belanda, karena nenek-moyangnya telah dipaksa untuk hanya bergerak
    di bidang usaha yang kecil sekedar bisa memperpanjang hidupnya.
    Rakyat yang menjadi korban ini, yang meliputi hampir seluruh
    penduduk Indonesia, adalah Marhaen.”

    Pengabdian Sukarno kepada manusia juga tampak dalam
    tulisannya tertanggal 23 Oktober 1946 berikut ini:

    Orang tidak dapat mengabdi kepada Tuhan dengan tidak
    mengabdi kepada sesama manusia. tuhan bersemayam di gubuknya si
    miskin.

    Tentang cinta Sukarno kepada bangsa Indonesia jelas
    terlihat dari pidato-pidato Sukarno berikut ini,

    “Sungguh Tuhan hanya memberi hidup satu kepadaku, tidak
    ada manusia mempunyai hidup dua atau hidup tiga. tetapi hidup
    satunya akan kuberikan, insya Allah subhanahuwata’ ala, seratus
    persen kepada pembangunan tanah air dan bangsa. Dan … dan jikalau
    aku misalnya diberikan dua hidup oleh Tuhan, dua hidup ini pun akan
    kupersembahkan kepada tanah air dan bangsa. Maka aku minta kepada
    kita sekalian, marilah kita sekalian bersama-sama mengabdi kepada
    tanah air dan bangsa ini. Inilah amanatku kepadamu sekalian.
    Terimakasih. “
    (Pidato Bung Karno di KBRI USA, tahun 1956)

    “Ayo bangsa Indonesia dengan jiwa yang berseri-seri,
    mari berjalan terus, jangan berhenti. Revolusimu belum selesai.
    Jangan berhenti, sebab siapa yang berhenti akan diseret oleh
    sejarah, dan siapa yang menentang sorak dan arahnya sejarah, tidak
    peduli dia bangsa apapun, dia akan digiling, digilas oleh
    sejarah… “
    (Pidato Bung Karno pada HUT RI tahun 1953)

    Nasionalisme Sukarno
    Sukarno merupakan seorang nasionalis sejati.
    Nasionalisme Sukarno jelas terlihat dalam tulisan-tulisannya berikut
    ini,

    “Nasionalisme yang sejati, nasionalismenya itu bukan
    semata-mata copie atas tiruan dari Nasionalisme barat, akan tetapi
    timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan. “

    “Bangsa atau rakyat adalah satu jiwa. jangan kita kira
    seperti kursi-kursi yang dijajarkan. nah, oleh karena bangsa atau
    rakyat adalah satu jiwa, maka kita pada waktu memikirkan dasar
    statis atau dasar dinamis bagi bangsa, tidak boleh mencari hal-hal
    diluar jiwa rakyat itu sendiri.”

    Pesan Sukarno kepada Pemuda Indonesia
    “Engkau hai pemuda pemudi yang ada disini, sedang
    mengerjakan investment. Kerjakanlah pekerjaanmu dengan sebaik-
    baiknya. Kerjakanlah sebaik-baiknya oleh karena apa yang kau kejar
    sekarang ini ialah ilmu, dan ilmu itu bukan untukmu sendiri, tetapi
    ialah untuk anak cucumu, untuk bangsa Indonesia, untuk rakyat
    Indonesia, untuk tanah air Indonesia, untuk negara Republik
    Indonesia … semuanya menunggu-nunggu akan kedatanganmu kembali
    agar supaya kamu nanti dapat memberi sumbangan kepada pembangunan
    tanah air dan bangsa.”
    (Pidato Bung Karno di depan mahasiswa Indonesia di
    Amerika Serikat, tahun 1956)

    “Berjuanglah, berusaha, membanting tulang, memeras
    keringat, mengulur-ulurkan tenaga, aktif, dinamis, meraung
    menggeledek, mengguntur, dan selalu sungguh-sungguh, tanpa
    kemunafikan, ikhlas berkorban untuk cita-cita yang tinggi.”
    (Pidato Bung Karno tanggal 17 Agustus 1964)

    “Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil
    nasib bangsa dan nasib tanah air di dalam tangan kita sendiri. Hanya
    bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri, akan dapat
    berdiri dengan kuatnya.”
    (Pidato Bung Karno tanggal 17 Agustus 1945)

    Sebenarnya, masih banyak bentuk cinta Sukarno lainnya
    yang takkan habis untuk dikaji atau dipelajari oleh generasi masa
    kini. Masih mengingat pesan Sukarno, “Jangan Sekali-kali
    Meninggalkan Sejarah !!! Never Leave History !!!” sebaiknya generasi
    muda tetap mengingat, mengenang, dan mempelajari sejarah sekaligus
    meneladani semangat juang para pahlawan bangsa ini.

    Sumber: [www.kabarindonesia .com] 06-Jun-2008, 13:28:36 WIB -

    Fashion

    Beauty

    Travel