• Wednesday, August 27, 2008

    PDKT

    PDKT atau pendekatan sudah jadi proses yang wajib dilakukan untuk memulai satu hubungan pacaran. Dalam proses ini biasanya banyak dilakukan pertukaran info dari pihak cowok dan cewek. Tetapi, proses PDKT sudah enggak perlu sesusah ini. Sekarang kenalan, Minggu depan langsung jadian.

    Proses PDKT enggak perlu pakai ”tarik-ulur” atau trik-trik menjual pesona. Proses yang harusnya juga jadi ajang perkenalan dan promosi diri ini berubah jadi ajang ”membidik” dan ”menembak” target calon pacar dalam waktu yang singkat. Semuanya dilakukan serba instan.

    Kejadian seperti ini banyak banget kita temui dalam kehidupan sekarang. Enggak perlu heran lagi kalau ada pasangan yang bisa jadian dalam waktu empat hari, padahal sebenarnya baru saja berkenalan! Proses dalam waktu singkat ini sudah bisa ”diproklamirkan” sebagai PDKT yang resmi dan sah. Perkenalan sifat dan pribadi pasangan masing-masing justru baru akan dilakukan setelah proses pacaran berlangsung. Banyak yang lebih memilih PDKT instan ini karena biasanya malas berlama-lama dan pengin sesuatu yang pasti. Ada lagi yang berpendapat kalau PDKT yang lama cuma membuang waktu. Lebih mengesalkan lagi kalau ternyata sang target calon pacar malah menolak untuk dijadikan pacar.

    PDKT instan dianggap sebagai jalan aman supaya enggak ”digantung” terlalu lama dan mendapat kepastian dari si target calon pacar.

    Di bawah seminggu

    Menurut seorang tokoh psikologi bernama Kelley, ada dua tahap dasar dalam menjalin hubungan cinta. Tahap pertama adalah perkenalan atau disebut acquiantanceship. Pada tahap ini kesan pertama begitu menggoda! Kalau kesan pertama sudah oke, tahap berikutnya pun dimulai.

    Masuk ke tahap kedua, PDKT atau tahap building of a relationship. Dalam proses ini cowok dan cewek yang saling tertarik mulai merasa ada ketergantungan. Status dari teman biasa berubah menjadi calon pacar. Info-info pribadi pun mulai saling ditukarkan.

    Sedangkan menurut Roslina Verauli MPsi, PDKT instan bisa didefinisikan sebagai proses PDKT yang dikemas dalam waktu yang jauh lebih singkat, yaitu empat sampai tujuh hari.

    Pengalaman semacam ini pernah dialami oleh Lorenz, seorang siswa SMU di Jakarta. ”Kelas III SMP gue dikenalin sama cewek yang mukanya lucu, menurut gue. Cewek ini juga lagi jomblo dan kayaknya teman gue memang niat untuk nyomblangin kami. Setelah lima hari, gue jalan sama dia lagi dan langsung gue ’tembak’. Enggak nyangka juga dia terima gue. Kami pacaran sekitar tiga bulan.”

    Tika, seorang siswi kelas II SMU di Jakarta, juga memiliki pengalaman didekati secara instan. ”Waktu kelas I, ada kakak kelas yang ’nembak’ aku. Katanya, sih, pertama kali lihat aku, dia langsung suka. Hari Kamis dia nelepon aku untuk pertama kalinya dan terus nelepon dua kali sehari setiap hari! Seminggu setelah itu, dia nembak aku. Aku terima dan kami jadian deh, selama empat bulan,” kata Tika sambil tertawa.

    Alasan untuk jadian setelah proses PDKT instan ini juga bermacam-macam. Bagi Meta, siswi kelas 1 SMA di Jakarta, PDKT yang terlalu lama membuang waktu saja. ”Kalau gue memang tipe cewek yang enggak suka PDKT yang lama. Kalau gue ketemu cowok dan menurut gue cocok, gue enggak keberatan langsung jadian sama dia. Yang penting waktu pertama kali ketemu, gue merasa cocok dan tahu kalau dia enggak sombong dan asyik diajak ngobrol. Selama gue nyaman sama dia, kenapa enggak dicoba?”

    Ada juga yang merasa yakin sudah cukup kenal dengan si calon pacar ini. Seperti yang dikatakan oleh Jeyhan yang sedang duduk di kelas II SMA di Jakarta. ”Kalau gue sih memang sudah yakin pengin pacaran sama dia. Gue lihat respons dari dia bagus, dan dia enggak keberatan juga dideketin. Kalau sudah jelas kayak gitu, mendingan kan langsung ’ditembak’. Habis, takut diambil orang nantinya.”

    Tetapi, ternyata alasan untuk melakukan atau menerima PDKT instan enggak hanya sebatas alasan di atas saja. Faktor seperti ingin coba-coba pacaran atau karena ingin punya pacar juga melatari kenapa proses PDKT instan ini dianggap sebagai hal yang wajar untuk diakhiri dengan jadian. ”Gue sih pengin nyoba-nyoba saja soalnya memang belum pernah pacaran,” jelas Meta.

    Bagi Lorens dan Jeyhan, PDKT instan dilakukan atas dasar ketertarikan terhadap tampilan fisik dan sifat baik dan pengertian yang dilihat waktu pertama kali dikenalkan dengan cewek yang bersangkutan.

    Menurut Mbak Vera, hal ini sangat biasa terjadi pada remaja. ”Setelah melewati masa kanak-kanak, masa remaja merupakan puncak dari ketertarikan terhadap lawan jenis. Jadi, enggak heran juga kalau remaja banyak coba-coba untuk berpacaran,” ujarnya.

    ”Selain itu, memang kesan pertama sangat berpengaruh, terutama bagi remaja. Tampilan fisik atau sifat baik yang muncul dalam perilaku yang jelas terlihat dengan cepat bisa memikat hati remaja. Padahal, kan belum tentu sifat aslinya bisa kelihatan cuma dari kesan pertama ini,” tutur psikolog sekaligus konsultan di RS Cengkareng ini.

    Enggak selalu enak

    Setelah jadian lewat proses PDKT instan ini ternyata ada hal-hal yang kurang enak untuk dijalani. Masalah utamanya adalah banyak hal tentang pasangan yang enggak diketahui dan bahkan mengagetkan. Jeleknya lagi, sifat-sifat buruk yang awalnya sama sekali enggak kelihatan, ternyata baru kelihatan setelah beberapa lama berpacaran. Hal ini rupanya dirasakan juga oleh Jeyhan. ”Sifat-sifat dia kan banyak yang belum gue tahu. Dua bulan setelah jadian, tiba-tiba baru kelihatan kalau dia lebih mentingin teman-temannya dibanding gue. Akhirnya kami putus karena enggak cocok. Kapok juga pacaran sama cewek yang baru dikenal,” papar Jeyhan.

    Singkatnya waktu juga menimbulkan masalah kepercayaan. Seperti yang dituturkan oleh Lorens, ”Gue jadi enggak percaya sama cewek gue. Waktu dia bilang sayang, gue pikir dia basa basi karena kita kan baru kenal sebentar. Jadi, gue balas sama basa basi juga.”

    Hal semacam ini sangatlah disayangkan. ”Masa PDKT sebaiknya dipakai remaja untuk proses pendewasaan juga,” kata Mbak Vera. ”Di sini kemampuan kita untuk berinteraksi dengan lawan jenis diuji. Proses memberi dan menerima info soal kelebihan dan kekurangan bisa membantu kita untuk mencari tahu tentang hubungan interpersonal. Sayang banget yah kalau masa PDKT enggak dipakai dengan maksimal.”

    Sehubungan dengan permasalahan waktu yang singkat, Mbak Vera juga menambahkan bahwa memang sebenarnya tidak ada batasan waktu yang ideal untuk dapat mengenal seseorang. Tetapi, dalam waktu seminggu, sedikit sekali informasi yang bisa kita dapat soal calon pasangan ini. ”Bahkan ada pepatah yang bilang, butuh waktu seumur hidup untuk bisa mengenal orang yang kita cintai,” tutur pengarang buku I Was An Ugly Duckling ini.

    Lain lagi yang dirasakan oleh Meta. Walaupun baru kenal pasangannya selama lima hari, Meta sama sekali tidak merasa kesulitan untuk berinteraksi dengan pacarnya ini. ”Asyik-asyik saja, sih. Tapi memang kami enggak pernah jalan berduaan saja, pasti bareng sama teman yang lain. Karena pacarannya backstreet, kami lebih sering ketemuan di rumah teman untuk ngobrol-ngobrol saja. Gue sih enggak merasa kaku atau susah untuk ngobrol sama dia walaupun baru kenal,” katanya menjelaskan.

    ”Buat gue, proses perkenalan justru dimulai waktu pacaran. Kalau kita PDKT lama-lama tapi akhirnya enggak jadi juga kan percuma. Kalau sudah jadi pacar kan jadi lebih jelas dan enggak buang-buang energi untuk mengenal dia,” tuturnya lagi.

    Enggak selamanya juga PDKT instan membawa dampak buruk. Seperti yang dikatakan oleh Mbak Vera, hal ini sebenarnya bisa membantu remaja untuk memiliki banyak pengalaman dalam pacaran. Tetapi, hal ini pun enggak lepas dari sebuah catatan penting. ”Kalau memang kita ingin banyak membuat hubungan baru, enggak harus pacaran kan. Kalaupun memang pengin pacaran, seharusnya dijalani dengan sedikit lebih serius. Jadi, kalau ada masalah dalam hubungannya juga enggak langsung menyerah. Kita harus belajar membina suatu hubungan. Jangan cuma mau membuatnya saja,” kata staf pengajar Fakultas Psikologi Untar ini.

    Budaya instan

    PDKT instan banyak terjadi karena pengaruh dari kehidupan dan budaya di sekitar remaja itu sendiri. ”Remaja kita terbiasa hidup dalam budaya instan, apa-apa maunya serba cepat. Hal ini memang didukung juga oleh perkembangan teknologi. Mau apa-apa tinggal delivery, berkomunikasi lewat SMS atau telepon, bahkan dengan orangtua sekalipun. Secara enggak sadar kita jadi terbiasa dengan pola hidup yang serba instan ini. Jadi, enggak heran juga kalau memulai pacaran juga ingin instan,” jelas psikolog lulusan UI ini.

    Selain didukung oleh budaya instan, pola PDKT ini juga dipengaruhi budaya materialis. Kita jadi semakin mudah tertarik dengan lawan jenis lewat kesan pertama yang bersifat fisik dan material. ”Jadi, ketertarikan remaja biasanya masih semu, dilihat dari fisik dan atribut lain, seperti gaya penampilan dan barang-barang mobil atau kekayaan,” papar Mbak Vera. ”Kita cenderung suka segala sesuatu yang dikemas dengan indah, bagus, dan ideal. Jadi, saat pertama kali berkenalan dengan lawan jenis pun yang langsung dilihat adalah perilaku-perilaku yang menonjol baiknya saja. Padahal, mereka kan enggak bisa mengenal seseorang dalam waktu beberapa hari saja.”

    Sekarang sih semuanya terserah kepada kita. Buat yang kapok atau memang enggak suka dengan PDKT instan, lebih baik enggak mencobanya. Tetapi..., buat yang merasa PDKT semacam ini nyaman untuk dilakukan, silakan saja. Resepnya: campur bumbu ngobrol-ngobrol perkenalan dan seduh dengan air romantisme lewat telepon dan SMS, aduk selama lima hari, dan cinta instan pun siap disajikan. Selamat menikmati!

    No comments:

    Fashion

    Beauty

    Travel